“Jadi kalau mau daki gunung Salak, jagalah kesopanan, permisi kepada orang dituakan di mana dia akan memulai pednakian,” ujar Pemuka Agama Islam di Cijeruk, Kabupaten Bogor, KH Marsa Abdullah saat berbincang kepada Tribunnews.com, di Pasir Pogor, Cijeruk, Bogor, Selasa(15/5/2012).
Marsa mengatakan, Gunung Salak bukan seperti Gunung Merapi di Yogyakarta. Di Yogya, masih ada raja, jadi ada juru kunci yang ditugaskan untuk mengawasi orang-orang yang hendak memasuki kawasan gunung. Sedangkan di Gunung Salak, karena kerajaannya Siliwangi tenggelam, kuncen tidak ada.
“Maka datangilah pengetua setempat. Sejak dulu ada isyarat ini. Ini bukan menyembah Gunung Salak, kita tidak boleh musyrik, tidak ada Tuhan yang lain yang disembah. Kalau kemusyrikan, menyembah selain Allah,” ujarnya.
Lalu apa kaitannya dengan pesawat Sukhoi Superjet 100 naas yang mengangkut 39 orang Indonesia itu? Menurut Marsa, sebelum pesawat itu bermanuver di atas Gunung Salak, sebaiknya terlebih dahulu ‘meminta izin’. Bukan saja kepada makhluk gaib itu, melainkan lewat doa atau syukuran kepada Allah, agar lancar-selamat misi uji coba terbang, termasuk di atas Gunung Salak.
Hal kedua katanya, penunggu Gunung Salak tidak menginginkan adanya kesombongan. Dia menduga, pihak Sukhoi hendak mempertontonkan kecanggihan dan kehebatan pesawat itu dengan kebolehan dan manuver di angkasa.
“Jadi mungkin ada kesombongan, seperti mau pamer pesawat. Kebetulan dia melintas, dan jatuh. Jadi Gunung Salak tidak bisa dijadikan kesombongan,” katanya.
Dalam hal ini, Sukhoi, walaupun pilotnya senior, dan Sukhoi perusahaan pesawat terbang yang ditakuti Amerika Serikat, karena menggunakan mesin jet.