KEINDAHAN kain adati menjadi daya tarik tersendiri dalam perhelatan akbar ‘Fashion Nation Senayan City’. Pesona batik, songket dan kain ikat adalah beberapa material etnik yang disulap para desainer dalam kreasi busana nan indah.
Keragaman Indonesia dengan berbagai potensi seni budayanya memang menjadi kelebihan tersendiri untuk dipamerkan pada dunia luar. Berbagai kain adati misalnya, merupakan aset penting yang perlu dipertahankan. Dan lewat kreasi tangan-tangan handal, keindahan kain-kain etnik tersebut pun dapat bersatu dengan modernitas.
Beberapa perancang kenamaan tanah air pun tergelitik untuk terus eksis mengangkat budaya lokal sebagai material rancangan mereka. Para perancang tersebut sempat memamerkan kebolehan mereka dalam berkreasi mengolah kain etnik menjadi hasta karya indah. Dan karya-karya itulah yang tersaji indah dalam perhelatan ‘Fashion Nation Sixth Edition’ yang digelar Senayan City baru-baru ini.
Dalam perhelatan tersebut, nama-nama handal seperti Priyo Oktaviano, Sapto Djojokartiko, Denny Wirawan dan Didiet Maulana turut meramaikan panggung fesyen dengan memamerkan kreativitas mengolah kain etnik Indonesia.
Dari songket hingga kain ikat
Priyo misalnya menawarkan keindahan kain songket yang berasal dari Jinang Dalem, sebuah desa di pelosok Bali. Songket yang terkesan berat coba dikreasikan Priyo lewat bentuk-bentuk busana ringan dan modern.
“Inspirasinya jadi ‘one day’. Apa yang dikerjakan wanita karier dan sosialita dari dia bangun tidur melakukan apa lalu lanjut ke kantor, high tea di sore hari, dinner sama suami di malam hari atau ada acara lagi di malam harinya setelah itu,” ujar Priyo yang sempat berbincang dengan okezone baru-baru ini.
Dipaparkan Priyo, koleksi yang ditampilkannya memang lebih variatif namun sarat dengan sentuhan wanita metropolitan. Priyo mencitrakan wanita modern yang memiliki banyak agenda dan begitu maju dalam berbagai bidang lewat potongan busana-busana cantik bermaterial etnik.
“Koleksi saya sifatnya ada yang sporty, busana kerja, cocktail dress hingga busana malam yang seksi. Namun hampir 80 persen mengenakan songket Bali dengan warna dominan ke putih dan beige namun ada sentuhan gold sedikit,” tuturnya.
Tak kalah menarik, Sapto Djojokartiko pun memamerkan koleksi yang begitu apik lewat eksplorasi lace. Meski tidak menggunakan kain adati, Sapto memasukkan unsur etnik lewat kisah-kisah legenda Indonesia yang ditransformasikan dalam keindahan busana.
“Koleksi saya lebih ready to wear dengan menggunakan pattern lace yang mengambil inspirasi dari legenda Bali,” tuturnya.
Dipaparkan lebih lanjut, koleksi yang ditawarkannya tersebut lebih bersifat transparan, seksi sebagai bentuk emansipasi wanita, sensual dan mistik.
“Ceritanya ini memang emansipasi wanita, menunjukkan power wanita yang aku kemas dalam warna gelap. Sementara keinginan untuk memiliki kekuasaan aku translate dalam warna emas,” sambungnya.
Koleksi menarik pun terlihat pada rancangan Didiet Maulana yang mengisi sesi ‘Runway Hits’, sebuah program dalam Fashion Nation untuk para raising designer. Dalam kesempatan ini, Didiet memamerkan keindahan kain ikat Indonesia dalam busana wearable.
“Untuk koleksi kali ini saya mengimplementasikan dengan tema besar ‘Fashion Nation’ yakni Noir et Blanc yang saya tampilkan lewat hitam putihnya yang solid dan transparan,” jelasnya.
Secara khusus, Didiet yang mengusung tenun ikat Indonesia tersebut menampilkan koleksi-koleksi yang terkesan ringan.
“Bentuk desainnya sendiri memang lebih evening dan cocktail dress. Saya menampilkan 12 busana wanita dan lima busana pria dimana busana pria dibuat lebih kasual dan wearable. Secara visual lebih ke bentuk party, evening dan cocktail,” paparnya.
Ya, Didiet memang ingin menampilkan busana dengan material etnik namun berkemas modern. Dengan demikian, bukan hanya kasta kain etnik yang meningkat tetapi juga penggunanya yang kian meluas termasuk para generasi muda.
“Saya ingin memberikan satu persepsi bahwa kain Indonesia juga layak untuk berdiri di red carpet dan memberikan satu persepsi bahwa tenun tidak hanya untuk nikahan saja. Karenanya saya menunjukkan bahwa karya ini berasal dari traditional material tetapi in a modern package,” tutupnya.
Sumber
Keragaman Indonesia dengan berbagai potensi seni budayanya memang menjadi kelebihan tersendiri untuk dipamerkan pada dunia luar. Berbagai kain adati misalnya, merupakan aset penting yang perlu dipertahankan. Dan lewat kreasi tangan-tangan handal, keindahan kain-kain etnik tersebut pun dapat bersatu dengan modernitas.
Beberapa perancang kenamaan tanah air pun tergelitik untuk terus eksis mengangkat budaya lokal sebagai material rancangan mereka. Para perancang tersebut sempat memamerkan kebolehan mereka dalam berkreasi mengolah kain etnik menjadi hasta karya indah. Dan karya-karya itulah yang tersaji indah dalam perhelatan ‘Fashion Nation Sixth Edition’ yang digelar Senayan City baru-baru ini.
Dalam perhelatan tersebut, nama-nama handal seperti Priyo Oktaviano, Sapto Djojokartiko, Denny Wirawan dan Didiet Maulana turut meramaikan panggung fesyen dengan memamerkan kreativitas mengolah kain etnik Indonesia.
Dari songket hingga kain ikat
Priyo misalnya menawarkan keindahan kain songket yang berasal dari Jinang Dalem, sebuah desa di pelosok Bali. Songket yang terkesan berat coba dikreasikan Priyo lewat bentuk-bentuk busana ringan dan modern.
“Inspirasinya jadi ‘one day’. Apa yang dikerjakan wanita karier dan sosialita dari dia bangun tidur melakukan apa lalu lanjut ke kantor, high tea di sore hari, dinner sama suami di malam hari atau ada acara lagi di malam harinya setelah itu,” ujar Priyo yang sempat berbincang dengan okezone baru-baru ini.
Dipaparkan Priyo, koleksi yang ditampilkannya memang lebih variatif namun sarat dengan sentuhan wanita metropolitan. Priyo mencitrakan wanita modern yang memiliki banyak agenda dan begitu maju dalam berbagai bidang lewat potongan busana-busana cantik bermaterial etnik.
“Koleksi saya sifatnya ada yang sporty, busana kerja, cocktail dress hingga busana malam yang seksi. Namun hampir 80 persen mengenakan songket Bali dengan warna dominan ke putih dan beige namun ada sentuhan gold sedikit,” tuturnya.
Tak kalah menarik, Sapto Djojokartiko pun memamerkan koleksi yang begitu apik lewat eksplorasi lace. Meski tidak menggunakan kain adati, Sapto memasukkan unsur etnik lewat kisah-kisah legenda Indonesia yang ditransformasikan dalam keindahan busana.
“Koleksi saya lebih ready to wear dengan menggunakan pattern lace yang mengambil inspirasi dari legenda Bali,” tuturnya.
Dipaparkan lebih lanjut, koleksi yang ditawarkannya tersebut lebih bersifat transparan, seksi sebagai bentuk emansipasi wanita, sensual dan mistik.
“Ceritanya ini memang emansipasi wanita, menunjukkan power wanita yang aku kemas dalam warna gelap. Sementara keinginan untuk memiliki kekuasaan aku translate dalam warna emas,” sambungnya.
Koleksi menarik pun terlihat pada rancangan Didiet Maulana yang mengisi sesi ‘Runway Hits’, sebuah program dalam Fashion Nation untuk para raising designer. Dalam kesempatan ini, Didiet memamerkan keindahan kain ikat Indonesia dalam busana wearable.
“Untuk koleksi kali ini saya mengimplementasikan dengan tema besar ‘Fashion Nation’ yakni Noir et Blanc yang saya tampilkan lewat hitam putihnya yang solid dan transparan,” jelasnya.
Secara khusus, Didiet yang mengusung tenun ikat Indonesia tersebut menampilkan koleksi-koleksi yang terkesan ringan.
“Bentuk desainnya sendiri memang lebih evening dan cocktail dress. Saya menampilkan 12 busana wanita dan lima busana pria dimana busana pria dibuat lebih kasual dan wearable. Secara visual lebih ke bentuk party, evening dan cocktail,” paparnya.
Ya, Didiet memang ingin menampilkan busana dengan material etnik namun berkemas modern. Dengan demikian, bukan hanya kasta kain etnik yang meningkat tetapi juga penggunanya yang kian meluas termasuk para generasi muda.
“Saya ingin memberikan satu persepsi bahwa kain Indonesia juga layak untuk berdiri di red carpet dan memberikan satu persepsi bahwa tenun tidak hanya untuk nikahan saja. Karenanya saya menunjukkan bahwa karya ini berasal dari traditional material tetapi in a modern package,” tutupnya.
Sumber