Untuk topik kali
memang mengandung keyakinan yaitu mengenai Hukum memakan Semut Jepang
menurut Agama Islam ?, karena Islam adalah agama mayoritas di negara
Indonesia ini maka Penulis akan sedikit menjelaskan mengenai hal ini.
Lebih lengkapnya baca dibawah ini ya :
Informasi berikut berdasarkan informasi dari Blog Hukum mengkonsumsi Semut Jepang/ Kumbang Makkah ?.
Pertanyaan yang sering muncul adalah ~ Bagaimanakah hukum halal-haramnya Semut Jepang/ Kumbang Makkah ?, ~ Dapatkah Semut Jepang/ Kumbang Makkah dijadikan sebagai objek bisnis?, ~
Bolehkah kita mengkonsumsi Semut Jepang/ Kumbang Makkah untuk obat
seperti dalam ramuan shin she yang menggunakan Semut Jepang/ Kumbang
Makkah untuk mengobati sakit diabet jantung dal lain-lain?
Berdasarkan
pengamatan kaidah fiqih dan pertimbangan ushul fiqih sebelum mencari
dalil-dalil (nash) tentang halal haramnya Semut Jepang/ Kumbang Makkah
maka kita perlu menegaskan sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya Al-Halal wal Haram fil Islam (hal.22) bahwa hukum asal segala sesuatu adalah boleh (al-Ashlu fil asya’ al-ibahah)
menurut beliau bahwa hukum asal segala sesuatu yang Allah ciptakan dan
manfaatnya adalah halal dan boleh, kecuali apa yang ditentukan hukum
keharamannya secara pasti oleh nash-nash yang shahih dan sharih
(accurate texts and clear statements). Maka jika tidak ada nash seperti
itu maka hukumnya kembali kepada asalnya yakni boleh. (istishab hukmil ashl). Prinsip inilah yang dipakai Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam menentukan hukum segala sesuatu selain ibadah dan aqidah. (Qawa’id Nuraniyah Fiqhiyah, hal. 112-113).
Kaidah hukum itu berdasarkan ayat-ayat yang jelas (sharih), firman Allah:“Dia-lah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit! Dan
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS.Al-Baqarah:29).
Demikian pula dalam surat Al-Jatsiyah:13 dan Luqman:20.
Inilah bentuk rahmat Allah kepada umat manusia dengan berlakunya
syariah yang memperluas wilayah halal dan mempersempit wilayah haram,
seperti ditegaskan oleh Nabi saw: “Apa
yang Allah halalkan dalam kitab-Nya maka ia adalah halal (hukumnya) dan
apa yang Dia haramkan maka (hukumnya) haram. Sedang apa yang Dia
diamkan maka ia adalah suatu yang dimaafkan. Maka terimalah
pemaafan-Nya, karena Allah tidak mungkin melupakan sesuatu.” (HR. Hakim
dan Bazaar).
Bahkan Rasulullah
melarang kita untuk mencari-cari alasan untuk mempersoalkan sesuatu yang
Allah sengaja diamkan itu dengan sabdanya: “Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan beberapa hal fardhu maka jangan kamu abaikan,
dan telah menggariskan beberapa batasan maka jangan kamu langgar dan
telah mengharamkan beberapa hal maka jangan kamu terjang serta telah
mendiamkan beberapa hal sebagai rahmat bagi kamu tanpa unsur kelupaan
maka jangan kamu permasalahkan.”(HR. Dar Quthni).
Ketika Nabi saw
ditanya tentang hukum keju, mentega, dan keledai liar, beliau enggan
menjawab satu persatu masalah parsial ini melainkan beliau alihkan
kepada kaidah dasar hukum agar mereka dapat cerdas menyimpulkan segala
persoalan dengan sabdanya: “Sesuatu yang halal itu adalah apa yang
dihalalkan Allah dalam kitab-Nya dan sesuatu yang haram itu adalah apa
yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya, dan apa yang Allah diamkan (tidak
sebutkan) berarti termasuk apa yang dimaafkan (dibolehkan/dihalalkan)
untuk kamu.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Bila kita semua
menelusuri berbagai macam kitab-kitab fiqih dalam masalah makanan, kita
akan metemukan suatu kesimpulan bahwa hukum asal makanan adalah halal
dan tidak dapat diharamkan kecuali berdasarkan dalil khas yang spesifik.
Ingat berdasarkan dalil khas yang spesifik. (Mausu’ah Fiqhiyah, Kuwait, vol V hal. 123).
Allah telah
menjelaskan secara jelas dan tuntas semua yang halal maupun yang haram.
Dari sini para ulama menyimpulkan kaidah bahwa prinsip dasar makanan
adalah halal kecuali bila terdapat larangan dari nash (Al-Qur’an dan Sunnah). lihat (QS. Al-A’raf: 157, An-Nisa’:29, Al-Maidah:4, Al-An’am: 119, 145). Di antara faktor-faktor dan unsur-unsur kandungan yang dapat mengharamkan makanan di antaranya:
1. Dipastikan dapat menimbulkan bahaya(dharar) bagi tubuh manusia.
~ Allah berfirman: “Dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah:195).
~ Rasulullah saw bersabda: “Barang
siapa yang mereguk racun lalu membunuh dirinya sendiri, maka racunnya
akan tetap berada di tangannya seraya ia mereguknya di neraka Jahanam
selama-lamanya.” (HR. Bukhari).
~ dan sabdanya: “Tidak
dibolehkan melakukan sesuatu yang membahayakan (dharar) diri sendiri
dan orang lain (dhirar).” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
2.
Menghilangkan ingatan, Memabukkan, melalaikan. Seperti segala jenis
obat-obatan terlarang, candu, narkotika, minuman keras dan zat adiktif
lainnya.
~Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan
keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah:90). Rasulullah saw
bersabda: “segala sesuatu jika banyaknya memabukkan, maka yang
sedikitnya pun haram.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).
3. Najis dan makanan/ hewan terkontaminasi najis.
Contoh: babi, darah, anjing, bangkai (selain ikan dan belalang). (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, Kuwait, vol. V/125).
Allah berfirman: “Katakanlah:”Tiadalah
aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena semua itu
najis atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS.
Al-An’am: 145).
Apabila kita dapati
Nabi saw melarang beberapa jenis makanan atau binatang di luar konteks
yang dinashkan oleh al-Qur’an maka ulama fiqih dan ushul seperti Imam Asy-Syaukani mengkategorikan
larangan Nabi tersebut sebagai larangan makruh bukan haram. Atau bila
terdapat kesesuaian ‘illat (sebab) hukum pengharaman dalam al-Qur’an
seperti najis atau indikasi najis, rijs atau fisq yang semuanya
digolongkan khabaits kebalikan halal yang identik dengan thoyyibat
secara umum. Maka hal itu termasuk kategori qiyas (analogi) terhadap
larangan al-Qur’an.
As-Syaukani melihat
tidak ada relevansinya pengharaman binatang yang diperintahkan oleh
Nabi untuk dibunuh maupun yang dilarang Nabi untuk dibunuh merupakan
konsekuensi logis dan kultural untuk menjadi dalil pengharaman untuk
memakannya maka hal itu TIDAK DAPAT dijadikan dasar
pengharaman. Seperti hadist riwayat Ibnu Abbas Rasulullah s.a.w.
melarang membunuh empat jenis hewan melata, yaitu semut, lebah, burung
hud-hud dan burung sejenis jalak. (h.r. Abu Dawud sahih sesuai syarat sahihain). Khatabi dan Baghawi menegaskan bahwa semut di sini bukan semua jenis semut, tapi semut Sulaimaniyah,
yaitu semut besar yang tidak membahayakan dan tidak menyerang manusia.
Adapun semut-semut kecil yang kadang termasuk wabah dan mengganggu serta
menyerang manusia, maka boleh dibunuh. Imam Malik mengatakan makruh hukumnya membunuh semut yang tidak membahayakan.
Namun meskipun boleh membunuh semut, tapi sebaiknya mebunuh semut
dengan cara tidak membakarnya, karena ada hadist yang menegaskan bahwa
yang berhak menyiksa dengan api adalah Tuhan api. (h.r. Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud).
Namun bila binatang
yang diperintahkan Nabi untuk membunuhnya maupun yang dilarang untuk
membunuhnya termasuk kategori khabaits (najis) maka pengharamannya
berdasarkan ayat di atas, jika tidak mengandung unsur khabaits yang
manshus (ditegaskan oleh nash ayat) maka hukumnya kembali kepada hukum
asal yakni halal berdasarkan dalil dan kaidah umum. (Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, V/14).
#Adapun
hukum Semut Jepang/ Kumbang Makkah menurut uraian kaidah hukum di atas
adalah kembali kepada hukum asal makanan yakni halal, karena
tidak ada nash tegas maupun qiyas yang relevan untuk mengharamkannya
ataupun memasukkannya dalam kategori khabaits (najis) hanya berdasarkan
perasaan geli dan jijik yang nisbi (relatif) itu tidak dapat dijadikan
hukum. Karena juga relatif jijik atau tidak pada masing-masing orang.
Hukum itu dibangun di atas dasar kepastian dan universalitas.
#Sebagian
ulama mengatakan bahwa boleh mengkonsumsi Semut Jepang/ Kumbang Makkah
dan semua serangga selama aman dari racun (secara medis maupun
pengalaman empirik) ataupun bakteri yang membahayakan kesehatan.
Apalagi sampai kini secara empirik dan medis belum ditemukan indikasi
yang membahayakan dan kita tidak dituntut oleh Allah untuk mengetahui
sesuatu di luar kemampuan kita sehingga kita terhalang dari memanfaatkan
apa yang Allah ciptakan untuk kita. (Ad-Dardir, Asy-Syarhul Kabir,
vol. II/115, Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, V/510, Sayyid
Sabiq, Fiqih Sunnah, II/10).
#Imam Al-Qurthubi menegaskan dalam menafsirkan ayat tersebut: “Menurut
mazhab imam Malik bahwa yang dimaksud dengan ath-thayyibat adalah
al-muhallalat; yang seolah-olah Allah menyifati apa yang dihalalkan-Nya
dengan thayyib, karena lafazh ini mengandung makna pujian dan sanjungan.
Dengan logika ini kita katakan bahwa yang dimaksud dengan al-khabaits
adalah al-muharramat (apa yang diharamkan Allah), karenanya Ibnu ‘Abbas
mengatakan: al-khabaits adalah daging babi, riba dan lain sebagainya.”
#Lebih tegas dan secara khusus ulama tafsir (mufassirun) seperti Imam As-Suyuthi dalam tafsir Al-Jalalain ketika menafsirkan kata (khabaits) dalam surat Al-Al-A’raf’:157
mengatakan khabits itu adalah seperti bangkai dan sebagainya (segala
yang diharamkan Allah secara eksplisit/terang dalam al-Qur’an).
#Sedangkan Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat di atas (Wa yuhillu lahum ath-thayyibat wa yuharrimu ‘alaihim al-khabaits) mengatakan: “Maknanya
adalah menghalalkan bagi mereka apa yang mereka telah haramkan
sebelumnya atas diri mereka bahiirah (unta yang telah beranak lima kali
dan anak kelimanya jantan, lalu unta betina itu dibelah telinganya,
dilepaskan dan tidak boleh ditunggangi lagi serta tidak boleh diambil
susunya) saaibah (unta betina yang dibiarkan pergi ke mana saja lantaran
suatu nazar) washiilah ( seekor domba betina melahirkan anak kembar
yang terdiri dari jantan dan betina, maka yang jantan ini disebut
washilah, tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala) dan haam (unta
jantan yang tidak diganggu gugat lagi karena telah dapat membuntingkan
unta betina sepuluh kali; QS. Al-Maidah:103) dan mengharamkan atas
mereka al-khabaits.
#Ali bin Abi
Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dimana beliau menafsirkannya: yaitu
seperti daging babi, riba dan apa yang mereka halalkan dari makanan
yang Allah ta’ala haramkan. Sebagian ulama mengatakan: "Setiap
makanan yang Allah halalkan (dalam kitab-Nya) ia adalah thayyib (baik)
dan bermanfaat bagi tubuh dan agama, sedangkan apa yang diharamkan-Nya
maka ia adalah khabits dan berbahaya bagi tubuh dan agama.” (Tafsir Ibnu
Katsir, II/244).
#Apalagi agrobisnis Semut Jepang/ Kumbang Makkah itu untuk pengobatan maka hukumnya lebih ringan lagi. Meskipun kita telah mendudukkan hukum asalnya yakni halal. (Berdasarkan
pada kaidah halal-haram makanan dan minuman dalam al-Qur’an: QS.
Al-Baqarah:173, Al-Maidah:3-5, 87, 145, Al-A’raf:32, Al-An’am:119,
Yunus:59, An-Nahl:35, 115, 116, Al-Isra’:70, Al-Hajj:3, At-Tahrim:1).
#Adapun
mengenai media hidupnya yang sebagian dari barang halal yaitu kapas dan
makanannya yang hanya ragi tape. Yang dimakruhkan ulama (yakni binatang
yang sebagian besar media hidupnya barang-barang najis.
#Dan
menurut ulama kotoran binatang yang dimakan dagingnya seperti unta,
sapi tidak najis, di samping itu bukan makanan pokok satu-satunya. Itupun masih diperselisihkan ulama dan paling berat mereka menghukuminya makruh tidak sampai haram. (Al-Mathalib, VI/309, Az-Zuhaili, II/513)
#Demikian pula bisnis dalam hal ini hukum prinsipnya juga halal termasuk mengkonsumsinya untuk obat-obatan.
Selama tidak diketemukan unsur-unsur lain yang mengharamkannya. Semoga
Allah memberkati usaha saudara dan dapat bermanfaat bagi umat manusia.
Wallahu A’lam. Wabillahit Taufiq wal Hidayah.
Referensi:
#Hukum Jangkrik dan Belalang http://halalmui.org/images/stories/Fatwa/cacing%20dan%20jangkrik.pdf
#Bisnis Budidaya Cacing dan Jangkrik serta Mengkonsumsinya,
Bolehkah? Dr. Setiawan Budi Utomo
http://m.dakwatuna.com/2009/08/19/3493/bisnis-budidaya-cacing-dan-jangkrik-serta-mengkonsumsinya-bolehkah/
#Hukum Memakan Semut yang Tercampur di Makanan
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1099:hukum-memakan-semut-yang-tercampur-di-makanan&catid=1:tanya-jawab
#Cokelat Kumbang, Jajanan Bernilai Gizi Tinggi
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/14/08/28/nb0dk5-cokelat-kumbang-jajanan-bernilai-gizi-tinggi?
#Ulat dalam beras dan kutu beras: Bagaimanakah
pembiakannya
http://halaqah.net/v10/index.php?topic=12860.0
#http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-309-tenebrio-molitor-hama-pascapanen-yang-bermanfaat.html
#Copy Artikel dari Blog www.hukummakansemutjepanghalalatauharam.blogspot.com